Tuesday, October 2, 2018

Apakah Benar? Maulidan, Sholawatan, Tahlilan, Adalah Tradisi Islam di Nusantara Merupakan Bid'ah?

Kita harus tahu bahwa Maulidan, Sholawatan, Tahlilan, Adalah Sunah bukan bid'ah karena itu semua merupakan tradisi Islam di Nusantara. Mengucapkan atau membaca tahlil atau Surat Yasin sebenarnya merupakan dzikir, dzikir yang tujuannya adalah mendoakan keluarga yang telah meninggal. Semuanya itu bisa dilakukan secara jama'ah atau secara individu. Dan kalau dilakukan secara individu, kita bisa melakukannya dimana pun dan kapan pun. Apabila dilakukan secara ber-jamaah, tentunya kita harus berkumpul di tempat yang khusus dan ditunjuk. Kita semua tahu bahwa dzikir yang dilakukan bersama-sama atau berjamaah, merupakan ibadah yang dibolehkan atau dianjurkan oleh agama Islam. Nabi Muhammad SAW bersabda :

لاَيَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُوْنَ عَزَّوَجَلَّ إِلاَّحَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيْمَنْ عِنْدَهُ (رواه مسلم)

Tidaklah berkumpul suatu kaum sambil berzikir kepada Allah Swt, kecuali mereka akan dikelilingi oleh para malaikat. Allah Swt. akan melimpahkan rahmat kepada mereka, memberikan ketenangan hati, dan Allah akan memuji mereka di hadapan makhluk yang ada di sisi-Nya. (HR. Muslim)

Agama menganjurkan kita untuk mendo'akan keluarga yang sudah meninggal khususnya orang tua kita yang sudah tidak ada di dunia ini. Karena orang yang sudah meninggal tidak mampu lagi berbuat kebaikan. Yang bisa diharapkan yaitu 3 hal, shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang selalu mendo'akan atau yang bersedekah untuknya. Walaupun harta dan ilmu tidak mempunyai, maka do'a anak cuculah yang ditunggu oleh ahli kubur kita.


Imam as-Syafi’i ra. menyatakan: “Sesungguhnya Allah Swt. telah memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk berdoa kepada-Nya, bahkan juga memerintahkan kepada Rasul-Nya. Apabila Allah Swt. memperkenankan umat Islam mendoakan saudaranya yang masih hidup, tentu diperbolehkan juga mendoakan saudaranya yang telah wafat. Dan barokah doa tersebut Insya Allah akan sampai kepada yang didoakan. Sebagaimana Allah Swt. Maha Kuasa memberi pahala kepada orang yang hidup, Allah Swt. juga Maha Kuasa memberi manfaat doa kepada mayit.” (Diriwayatkan al-Baihaqi dalam Manaqib al-Syafi’i, Juz I, hal. 430)

Dianjurkan untuk kita selalu mendo'akan nenek moyang atau leluhur kita, yang meninggalnya bukan karena mati syahid, karena mereka tentunya akan menghadapi ujian yang sangat berat di alam kubur. Sedangkan untuk orang yang mati syahid, mereka sudah cukup dengan kesyahidannya. Pernah suatu ketika ada seorang sahabat bertanya kepada Nabi Muhammad SAW, kenapa hanya orang mati syahid yang tidak mendapatkan ujian atau terbebas dari ujian di alam kubur? Nabi Muhammad SAW menjawab :

كفى ببارقة السيوف على رأسه فتنة

Cukuplah ujian orang yang mati syahid itu ketika ia menghadapi kilatan pedang (ujiannya saat berperang).

Kemudian untuk orang yang tidak mati syahid, maka ujian dan disiksa di kubur akan selalu menanti baginya. Sehingga wajar apabila kita sebagai keturunannya mendo'akan mereka, baik dengan membaca tahlil maupun membaca surat yasin, agar mereka bisa menghadapi ujian di alam kubur dengan baik.

Dalam hadits riwayat Aisyah ra., Rasulullah saw. bersabda:

ما من ميت تصلي عليه أمة من المسلمين يبلغون مائة يشفعون له إلا شفعو فيه (صحيح مسلم)

Mayyit yang dishalati oleh seratus orang Muslimin sambil (berdoa) memintakan ampun baginya, tentu permohonan mereka akan diterima. (HR. Muslim, 1576)

Hakikat dari Tahlil dan Yasiin

Dari sisi bahasa, tahlil yaitu membaca laa ilaha illalLah. Istilah tahlil digunakan untuk menunjukkan kegiatan do'a yang di dalamnya mengandung kalimat laa ilaha illalLah, yang dikhususkan kepada orang yang sudah meninggal. Dari sini bisa dimengerti, bahwa di dalam tahlil pasti terdapat bacaan laa ilaha illalLah dan dzikir-dzikir yang lain, termasuk ayat-ayat yang ada di dalam al-Qur'an.

Tahlil yang sering dibaca oleh kaum Muslimin di Nusantara Indonesia, khususnya kaum Nahdliyyin merupakan kumpulan do'a yang diambil dari ayat-ayat yang ada di al-Qur'an, ada Surat Al-Fatihah, permulaan Surat al-Baqarah, termasuk tiga surat terakhir (Al-Ikhlas, al-Falaaq, dan an-Naas).

Untuk pembacaan Surat Yasin, juga merupakan ibadan dan do'a yang begitu dianjurkannya. Diriwayatkan oleh Ma'qil bin Yasar ra., bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda :

ويس قلب القرأن لايقرؤها رجلٌ يريد الله تبارك وتعالى والدار الاخرة إلا غفرله, واقرؤها على موتاكم (مسندأحمد بن حنبل)

Surat Yasin adalah jantung Al-Qur’an. Tidaklah seseorang membacanya dengan mengharap ridla Allah Swt, kecuali Allah Swt. akan mengampuni dosa-dosanya. Maka bacalah Surta Yasin atas orang-orang yang telah meninggal di antara kamu sekalian. (Musnad Ahmad ibn Hanbal, 1941)

Mengenai Pembagian Waktu

Sedangkan untuk pembagian waktu mendo'akan, sebenarnya bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja, baik dilakukan berjamaah maupun secara sendiri. Karena, seperti yang telah ditegaskan di atas, orang yang sudah meninggal itu mendapatkan ujian yang sangat berat selama berada di alam kubur, menunggu hari kiamat tiba. Dalam sebuah riwayat dikisahkan, saat terjadi gerhana matahari pada masa Nabi Muhammad SAW, beliau memimpin shalat gerhana. Dan ketika sedang berkhutbah, beliau mengingatkan tentang beratnya ujian bagi orang yang sudah meninggal.

إن الناس يفتنون في قبورهم كفتنة الدجال. قالت عائشة وكنا نسمعه بعد ذلك يتعوذ من عذاب القبر

Sesungguhnya manusia itu diuji di dalam kuburan mereka, seperti ujian Dajjal. Siti Aisyah menyatakan: Setelah itu kami mendengar beliau (Nabi) memohon perlindungan dari siksa kubur. (As-Sunan al-Kubra li an-Nasa’i, 1/572. Lihat juga Tahdzib al-Atsar 2/591 dan Shahih Ibnu Hibban 7/81).

Menurut Syeikh al-Albani, hadits riwayat an-Nasa’i ini adalah hadits shahih, sehingga bisa dijadikan sandaran hukum.

Mengenai pilihan 7 hari, 40 hari, atau 100 hari untuk melakukan doa bersama, hal itu karena mengikuti kebiasan para sahabat dan ulama salafus shaleh. Imam Ahmad bin Hambal ra. menyatakan dalam kitab az-Zuhd, sebagaimana dikutip oleh Jalaluddin as-Suyuthi dalam kitab Al-Hawi li al-Fatawi dan ad-Durr al-Mantsur:

حدثنا هاشم بن القاسم قال حدثنا الاشجعي عن سفيان قال: قال طاوس إن الموتى يفتنون في قبورهم سبعا فكانوا يستحبون أن يطعموا عنهم تلك الآيام

Hasyim bin Al-Qasim meriwayatkan kepada kami: Al-Asyja’i meriwayatkan kepada kami dari Sufyan: Imam Thawus berkata : “Orang-orang yang meninggal dunia itu mendapat ujian berat selama 7 hari di dalam kubur mereka. Maka kemudian para ulama salaf menganjurkan bersedekah makanan untuk orang yang meninggal dunia selama tujuh hari itu.” (Al-Hawi li al-Fatawi, juz II, hal. 178 dan ad-Durr al-Mantsur 5/38)

Imam Ibnu Jarir at-Thabari mempertegas maksud hadits di atas sbb:

وأخرج ابن جرير في مصنفه عن الحارث بن أبي الحرث عن عبيد بن عمير قال : يفتن رجلان : مؤمن ومنافق فأما المؤمن فيفتن سبعا, وأما المنافق فيقتن أربعين صباحا

Ibnu Jarir meriwayatkan dalam Mushannafnya, dari Ibnu Abi al-Harts, dari Ubaid ibn Umair, ia berkata: Yang diuji (di dalam kubur) adalah dua orang, yakni orang mukmin dan munafik. Orang mukmin diuji selama 7 hari, dan orang munafik diuji selama 40 hari (ad-Durr al-Mantsur, 5/38).

Imam Suyuthi menegaskan bahwa: “Tradisi bersedekah selama 7 hari merupakan kebiasaan yang telah berlaku hingga sekarang (zaman Imam Suyuthi) di Mekah dan Madinah. Yang jelas, kebiasaan itu tidak ditinggalkan sejak masa sahabat Nabi Saw. sampai sekarang. Dan tradisi itu diambil dari ulama salaf sejak generasi pertama (masa sahabat Nabi Saw)”.

Telah kita maklumi, kaum Muslimin yang mengadakan tahlil atau Yasinan, juga bersedekah dengan memberikan hidangan kepada para undangan. Pahala sedekah tersebut ditujukan untuk keluarga mereka yang sudah wafat.

Sedangkan istilah “haul” (peringatan satu tahunan setelah kematian) diambil dari sebuah ungkapan yang berasal dari hadist Nabi Saw. dari al-Waqidi:

كان النبي ص.م يزور الشهداء باحد فى كل حول, واذا بلغ الشعب رفع صوته فيقول :سلام عليكم بما صبرتم فنعم عقبى الدار ثم ابو بكر رضي الله عنه كل حول يفعل مثل ذلك ثم عمربن الخطاب ثم عثمان بن عفان رضي الله عنهما (اخرخه البيهقي)

Rasulullah saw. setiap haul (setahun sekali) berziarah ke makam para syuhada’ Perang Uhud (tahun ke 3 H.). Ketika Nabi saw. sampai di suatu tempat bernama Syi’b, beliau berseru: Semoga keselamatan tercurahkan bagi kalian atas kesabaran kalian (para syudaha’). Alangkah baiknya tempat kembali kalian di akhirat.” Kemudian Abu Bakar juga melakukan seperti itu. Demikian juga Umar bin Khatthab ra. dan Utsman bin Affan ra. (H.R. Baihaqi).

Kesimpulannya

Dari banyak uraian di atas menegaskan bahwa Maulidan, Sholawatan, Tahlil, Adalah Tradisi Islam di Nusantara, dan hukumnya adalah sunnah. Do'a-do'a tersebut telah menjadi sebuah tradisi secara turun temurun sejak masa sahabat hingga sampai sekarang. Untuk do'anya tak wajib sama, asalkan esensinya sama.

Dan mengenai tuduhan sebagian kecil kalangan bahwa maulidan, sholawatan, tahlilan buat orang meninggal tidak punya dasar dalam syariat, itu hanyalah sebuah perbedaan pendapat yang tidak perlu dibesar-besarkan dalam masalah furu'iyyah. Tidak perlu saling memusuhi, yang suka maulidan, sholawatan, tahlilan dipersilahkan, yang tidak suka ya tidak apa-apa. Untuk manfaat dan mudharatnya kita kembalikan ke diri kita masing-masing. Tapi saya yakin, kita semua pada dasarkan ingin dido'akan oleh anak dan cucu kita nanti apabila sudah meninggalkan dunia yang fana ini.

Harapan kita sebagai nahdliyyin untuk kalangan yang anti terhadap maulidan, sholawatan, tahlilan agar tidak perlu menuduh bid'ah, kufur, apalagai sampai syirik kepada kita yang suka maulidan, sholawatan, dan tahlilan. Sebab, apabila ada tuduhan kufur kepada sesama Muslim, jika tidak benar, maka akibatnya akan menimpa pihak penuduh sebelum ia meninggal.

0 comments: